Jumat, 27 Agustus 2010

Mengenal Definisi dan Bentuk-Bentuk "Keluarga"

Penting bagi seorang perawat untuk mempelajari lebih jauh tentang "keluarga', di samping karena keluarga termasuk sasaran dalam pelayanan keperawatan, juga karena di dalam keluarga, seorang manusia pertama kali memperoleh nilai-nilai yang akan dibawanya ke mayarakat ketika ia dewasa.

Definisi keluarga menurut Burgess dkk (1963) adalah:
  1. Keluarga adalah kumpulan orang yang bersatu melalui ikatan perkawinan, darah, maupun adopsi.
  2. Keluarga adalah kumpulan orang yang hidup bersama dalam satu rumah tangga, ATAU, mereka yang hidup terpisah tetapi masih menganggap rumah tangga itu sebagai rumah mereka.
  3. Keluarga terdiri dari anggota keluarga yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain, sesuai peran masing-masing.
  4. Keluarga menggunakan kultur yang sama.
Tidak dipungkiri, sekarang telah berkembang bentuk-bentuk keluarga di luar kebiasaan keluarga kita (keluarga inti dengan ayah ibu dan anak-anak). Sedangkan definisi keluarga haruslah yang dapat menggambarkan bentuk-bentuk keluarga secara keseluruhan. Oleh karena itu, definisi keluarga kemudian berkembang menjadi "dua orang atau lebih yang disatukan oleh kedekatan kebersamaan dan emosional, dan mengidentifikasikan diri mereka sebagai bagian dari keluarga".

Sebagai tambahan, keluarga dapat juga didefinisikan sebagai "kesatuan yang kompleks yang terdiri dari komponen-komponen, dimana masing-masing  komponen memiliki arti". Keluarga, adalah sebuah sistem sosial yang saling tergantung. Tujuan keluarga itu sendiri adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan kebudayaan (contohnya seorang mahasiswa macam saya yang di kampus menggunakan bahasa Indonesia, begitu sampai di rumah kembali ke 'adat' semula yaitu pakai bahasa Jawa halus...). Selain itu, tujuan keluarga adalah sebagai tempat perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial.

Bentuk keluarga menurut Sussman (1974) dan Macklin (1988) terdiri dari keluarga tradisional dan "variannya" yaitu keluarga nontradisional. Kata "varian" disini digunakan untuk menghindari konotasi negatif terhadap bentuk keluarga tersebut.

Keluarga tradisional
  • Keluarga inti
Pola yang umum adalah suami sebagai pencari nafkah, istri sebagai ibu rumah tangga, dan ada anak-anak. Akan tetapi ada variasi-variasi yang berkembang dari pola "umum" ini. Variasi tersebut adalah (a) suami dan istri sama-sama bekerja, (b) suami dan istri tidak memiliki anak, atau anak tidak tinggal bersama mereka.
Tipe istri yang bekerja ada dua macam. Ada yang bekerja demi memenuhi kebutuhan ekonomi, ada pula yang selain karena motif ekonomi juga karena posisi (jabatan di tempat kerjanya). Istri yang bekerja dengan motif "posisi" lebih rentan stres karena tidak hanya ia menanggung beban kerja yang kompetitif, tapi juga karena masih harus mengurus rumah tangga dan merawat anak.
Keluarga dengan suami dan istri yang sama-sama bekerja, akhir-akhir ini ditemukan kecenderungan untuk menunda memiliki anak dan membatasi jumlah kelahiran. Bahkan ada yang dinamakan dyad family, dimana pasangan tersebut tidak memiliki anak karena sang wanita sudah lewat dari masa suburnya.
Selain itu, juga berkembang tipe keluarga baru yaitu commuter family yaitu pasangan suami istri yang hidup terpisah. Misalnya suami bekerja di luar kota dan pulang ke rumah tiap akhir pekan, sedangkan istri tinggal satu rumah bersama anak-anak.
  • Keluarga besar
Keluarga besar adalah dua keluarga inti atau lebih yang hidup dalam hubungan yang dekat dan saling mendukung satu sama lain, termasuk dalam tukar menukar barang dan jasa.
Contohnya keluarga yang dalam satu rumah ada kakek, nenek, ayah, ibu, dua orang anak, paman, bibi dan sepupu
  • Keluarga dengan orang tua tunggal
Keluarga dengan orang tua tunggal bisa terbentuk karena perceraian, kematian pasangan atau karena seorang ibu yang memiliki anak tersebut memang BELUM PERNAH menikah.
Meningkatnya jumlah keluarga dengan orang tua tunggal dipercaya ada hubungannya dengan meningkatnya angka perceraian, tingginya bantuan finansial yang diberikan pemerintah terhadap keluarga orang tua tunggal dengan anak-anak yang belum mandiri (tapi ini baru di luar negeri), dan tingginya angka kelahiran dari ibu yang tidak menikah. Faktor yang terakhir ini, dapat disebabkan oleh beberapa hal; yaitu aktivitas seksual yang terlalu dini, tidak menggunakan/tidak efektif menggunakan alat kontrasepsi, dan kemiskinan (kerjaannya begitu kok sudah berani menikah, mau diberi makan apa nanti anak-anaknya? Hmmm....pernah dengar kalimat seperti itu kan?).
Ada permasalahan khas pada keluarga dengan orang tua tunggal, seperti kondisi keluarga yang jadi lebih labil, kemiskinan, dan kurangnya pendidikan (meskipun tidak sedikit ibu yang dengan tegar hati belajar dari pengalaman sehingga anak yang beliau besarkan tidak kalah dari anak yang tumbuh dari keluarga normal). Solusinya antara lain dengan pelayanan prevetif primer seperti pendidikan seks sejak dini dan pengetahuan tentang KB. Selain itu perlu ada konseling, klinik sekolah dan pelayanan pada keluarga ibu-ibu remaja yang tidak menikah.
  • Orang dewasa yang tinggal sendirian
Kaum single berusia 20-30an yang tinggal sendiri, atau para lansia di panti jompo, tampak tidak memenuhi kriteria sebagai keluarga.Namun, sepanjang mereka masih memiliki keluarga di luar sana (atau bagi para lansia, teman-teman di panti jompo), mereka masih dapat dikategorikan sebagai keluarga.

Sedangkan bentuk varian keluarga nontradisional antara lain : (1) ibu yang memiliki anak tanpa menikah seperti yang telah diuraikan di atas, (2) perkawinan terbuka, yaitu pasangan yang memiliki anak tanpa menikah, (3) pasangan kumpul kebo, (4) keluarga gay/lesbian, (5) keluarga komuni.

Sumber: Friedman, M. 1998. Keperawatan Keluarga: Teori dan Praktik. Jakarta : EGC.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar